Search

Selasa, 02 Desember 2014

Know Ya Enemy






















Tulisan ini adalah respon atas aksi buffing mural Save Pandang Raya oleh The NME, sebagai salah satu crew graffiti di kota ini. Secara garis besar tulisan ini merupakan oto-kritik terhadap scene graffiti dan graffiti itu sendiri. Perlu digaris bawahi bahwa tulisan ini bukan sebuah klarifikasi omong kosong atau sekedar obrolan compromise remeh temeh. Ini bukan ceramah yang sering kamu dapatkan dari 'your master'. Tulisan ini adalah penegasan sikap. Seperti keyakinanku bahwa tidak ada posisi netral di dunia ini (jika ada itu omong kosong besar). Kamu mesti memilih dimana harus berdiri. Which side are you on? and know ya your enemy. Karena setiap aksi pasti akan menciptakan reaksi. Maka ini adalah reaksi kami.

sebelum melanjutkan pembicaraan ini lebih jauh. Mungkin pertanyaan yang pertama muncul di kepala kamu Who the fukk are you? Ia betul.. siapa sih saya. Kok berani-beraninya mengkritik scene graffiti. Toh saya bukan seniman graffiti apalagi kurator seni. No man. Saya cuman anak muda biasa sama seperti kalian. Bedanya saya hanya menolak tua. Menolak kekolotan orang-orang sebelum kita. Pemikiran dan gagasan harus terus berputar. Ketika ia mapan di satu tempat. Good bye lenin. Bobo manis di rumah sambil baca ini “What Is Graffiti About”. Keren tuh, dari Berkeley Police Department :p
But uh, Nevermind Me. Rite?

Ok, kembali ke obrolan awal kita.
After what they do (Buffing mural Save Pandang raya). Now, I know who's our enemy. The NME? Fukk no!! No need waste energy to be angry for these one crew. I don't know much about them (NME). But, someone told me that The NME is one of the biggest and fomous graffiti crew on da city. But, i don't give a fukk. It's more bigger than (their) 'Names”. Musuh sebenarnya adalah political correct dalam scene graffiti Makassar.

Oh ya, beberapa hari yang lalu, disaat pengerjaan tulisan ini berlangsung. Again, There's someone or somepeople maybe, I don't know who and how much they are. Isn't important. But they are cool, man. fresh. Give an awesome touch in our work. An abstract touch. Nice buff buddy.
Artwork stencil itu kami kerja di malam sebelum mereka buffing. Tapi seperti yang saya katakan diawal tadi, setiap aksi menciptakan reaksi. So, when the night comes, we give it back an mayhem touch. Back to Back with sprayer. Bersama kamerad kami dari Samarinda, Borneo; Saratdusta A.K.A Skitfull Youth. We are the kids that your parents warned you about.

Aksi buffing-mem-buffing ini ngebuat saya berpikir ngapain saya mau ngehabisin energi untuk marah. Ridiculous. Namun seperti yang saya bilang diatas tadi bahwa tiak ada posisi netral dalam hal ini. Dua kubu akan saling mengenali siapa musuh sebenarnya. Jika NME dan sekutunya menganggap kami sebagai enemy maka konflik tak bisa dihindarkan. Ia harus ada. Kadang kala gesekan dibutuhkan untuk menjadi pendorong dari posisi nyaman. Koflik akan melahirkan ide baru yang akan membesarkan scene. Graffiti isn't simple, rite? It's a big culture. Musuh kami sebenarnya adalah posisi nyaman itu sendiri dan musuh yang lainnya adalah ketika ia menolak kritik. NME hanya pemantik untuk sesuatu yang lebih besar. Jika NME menolak kritik dan merasa berada diposisi nyaman. Yah, mereka adalah musuh kami.

Ada beberapa hal lagi yang menurutku penting untuk kita lihat kembali. It’s about graffiti and the system we live in. Dua hal yang tidak terpisah. Sebab bicara tentang graffiti juga bicara tentang how we live. Di awal kelahiran culture ini ia hadir untuk melawan system. Stay High (RIP) mengatakan “We Bomb The System”. Pertanyaannya kemudian apakah culture graffiti di Makassar mencoba melawan system? Kalau ya, system apa yang mereka lawan? society? Atau hanya usaha melarikan diri dari kejenuhan kehidupan anak muda Makassar yang monoton. Mereka yang menolak sama dengan yang lain akan mencari hal baru untuk menjadi pembeda. Maka muncullah generasi hipster yang tenggelam dalam romantisme era hippies. Hipster mencoba melawan sistem yang monoton, kehidupan yang membosankan yang dilakukan orang-orang kebanyakan, apa yang mereka konsumsi, apa yang mereka pakai, apa yang mereka lakukan. Maka para Hipster harus berbeda. Sayangnya, kapitalisme tidak bodoh untuk melewatkan budaya hipster yang kian membesar untuk dijual kembali ke pasar. Dan inilah yang terjadi. Hipster akhirnya menjadi pop. Anak-anak muda yang tadinya monoton mengkonsumsi hal baru yang dipasarkan kapitalisme; budaya hipster. Apakah Graffiti bagian dari mereka? Mungkin ya mungkin tidak.

Mereka mungkin bisa banyak bacot tentang bagaimana dan apa itu graffiti. Yang tampak adalah begitu banyak pakem-pakem dalam subculture ini. What to do and what doesn’t. Khususnya untuk graffiti di Makassar.
Satu hal yang pasti kemunculan graffiti di Makassar, Indonesia secara luas tidak lahir dari roots. Indonesia tidak memiliki akar sejarah perlawanan graffiti. Seperti halnya perlawanan masyarakat Nusantara melawan penjajahan kolonialisme. Sejarah seni grafis yang muncul di Indonesia seperti batik, wayang, ukir, dan seni kaligrafi. Pun tidak semua murni lahir dari Indonesia. Seperti seni kaligrafi yang datang dari Timur Tengah ketika Nusantara masih menjadi pusat perdagangan di Dunia. Lantas? Graffiti di Indonesia adalah hasil resapan mentah-mentah subkultur eropa. Sama seperti Punk, Metal, Reggae, Hip Hop, Skateboard, BMX dan segala bentuk budaya (toys) hipster lainnya. Mereka (para bomber) tidak akan mau bicara tentang hal ini. mereka akan mengelak atau menganggap hal ini tidak penting. “Graffiti adalah hit the walls with luxury piece or just throw up, make a landmark territory. go to the contest. Become public display so everyone can see like an spectacle show. Make it T-shirt, cap, gloves and sell it to the kids. Hey don't mess with us. never ever try to buffing my work or I'll asking my mama”.

Jika kita bandingkan indonesia dengan konteks negara-negara dimana awal sejarah graffiti lahir sebagai sebuah budaya perlawanan tampaknya terlalu dangkal dan menggelikan.

“How long you’ve been in this scene? Early? So who’s the king? Newbie must give respect for the older. Graffiti isn’t political issue and movement. Graffiti is graffiti”- Anonymous


NME IN ACTION HOLLA GHOST
Image Instagram




STRIKE BACK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar